Artikel Terbaru

๐Ÿ“ฑ Samsung Galaxy A07: “Yang Penting Pasti” di Kelas Sejutaan

๐Ÿ“ฑ Samsung Galaxy A07: “Yang Penting Pasti” di Kelas Sejutaan Samsung kembali mengukuhkan komitmennya menghadirkan perangkat terjangkau namun tangguh melalui peluncuran Galaxy A07 resmi SEIN di Indonesia. Dijuluki sebagai smartphone “Yang Penting Pasti”, Galaxy A07 menyasar pengguna aktif yang membutuhkan perangkat andal untuk aktivitas harian, tanpa harus mengorbankan fitur esensial. Sebagai penerus dari Galaxy A06—yang sukses menjadi smartphone entry-level paling laku di dunia pada Q1 2025 —Galaxy A07 hadir dengan peningkatan performa, layar lebih mulus, dan dukungan software jangka panjang. Galaxy A06 sebelumnya mencuri perhatian pasar global berkat kombinasi desain premium, performa tangguh, dan harga bersahabat. Kesuksesan tersebut menjadi fondasi kuat bagi Samsung untuk melanjutkan legacy-nya melalui Galaxy A07. Smartphone Entry Level: Samsung Galaxy A07. Seluruh objek pada gambar ini bisa saja tidak akurat dan tidak mewakilo produk asli. D buat oleh  ide kreatif dan imajina...

๐Ÿ“ Murni dan Penyetaraan Bukan Dua Dunia: Arsiparis Adalah Satu Profesi

๐Ÿ“ Murni dan Penyetaraan Bukan Dua Dunia: Arsiparis Adalah Satu Profesi

Tidak ada dikotomi Arsiparis “murni” dan “penyetaraan” dalam regulasi Jabatan Fungsional. Semua Arsiparis—terlepas dari jalur pengangkatan—memiliki kedudukan, tanggung jawab, dan hak yang sama sebagai profesi fungsional. (Landasan: Permenpan RB No. 13 Tahun 2016, Peraturan ANRI No. 5 Tahun 2019, Permenpan RB No. 1 Tahun 2023)

Dan hari ini, bertepatan dengan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-80, saya mengangkat artikel ini ke permukaan dengan harapan yang sama yang dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia: harapan akan kemerdekaan yang nyata—bukan sekadar simbolik, tetapi berupa pengakuan yang utuh terhadap profesi dan martabat kami sebagai Arsiparis.

Saya adalah bagian dari Indonesia. Saya adalah bagian dari mereka yang memilih untuk tetap bertahan, tetap berkontribusi, dan tetap menyala di tengah keterbatasan.

Di balik label “penyetaraan” yang kerap dipandang sebelah mata, ada semangat yang tak pernah padam. Semangat untuk membuktikan bahwa profesionalisme tidak ditentukan oleh jalur pengangkatan, melainkan oleh integritas, kompetensi, dan dedikasi yang terus diasah.

Karena kemerdekaan sejati bukan hanya soal bebas dari penjajahan, tetapi juga bebas dari pengabaian, bebas dari pelabelan, dan bebas dari ketimpangan pengakuan.

Ketika setiap profesi dihargai, setiap kontribusi diakui, dan setiap perjuangan diberi ruang untuk tumbuh—di sanalah kemerdekaan itu benar-benar hidup.

๐Ÿ”ฅ Dirgahayu ke-80 Republik Indonesia!

Delapan dekade bukan sekadar angka—ia adalah jejak panjang perjuangan, pengorbanan, dan harapan yang diwariskan dari generasi ke generasi. Kini, giliran kita menjaga bara itu tetap menyala.

Karena kemerdekaan bukan hanya milik mereka yang berjuang di medan perang, tetapi juga milik kita yang berjuang di medan profesi.

Arsiparis bukan sekadar penjaga dokumen—kami adalah penjaga peradaban, penjaga jejak bangsa, dan penjaga integritas sejarah.

Salam hormat dari kami Arsiparis Ahli Muda "Penyetaraan". Kami tidak akan diam. Kami akan terus menyala. Kemerdekaan kami adalah ketika profesi ini berdiri tegak, diakui, dan diberi ruang untuk terus menyala.

Gambar Ilustrasi YSS dan Profesinya.
Karakter YSS dan seluruh objek pada gambar ini dibuat oleh ide kreatif dan imajinatif YSS dengan bantuan Microsoft AI Technology
menggunakan command prompt untuk Copilot
Hak Cipta © YSS.LLC | Copilot-assisted creation.

✍️ Refleksi Penulis

Gambar Ilustrasi Refleksi Penulis.
Karakter YSS dan seluruh objek pada gambar ini dibuat oleh ide kreatif dan imajinatif YSS dengan bantuan Microsoft AI Technology
menggunakan command prompt untuk Copilot
Hak Cipta © YSS.LLC | Copilot-assisted creation.

๐Ÿงญ Realitas di Lini Terbawah: Jabatan Ada, Tugas Tak Nyata

Sejak dialihfungsikan menjadi Arsiparis Ahli Muda hasil penyetaraan pada 16 Juni 2022, saya ditempatkan di titik paling ujung birokrasi: satuan pendidikan tingkat SMA. Lebih dari tiga tahun satu bulan, saya menyandang jabatan fungsional yang sah secara administratif, namun tanpa tugas pokok, ruang kerja, atau fungsi kelembagaan yang mendukung pelaksanaan tugas sebagai Arsiparis Ahli Muda.

Alih fungsi dari Kepala Subbag Tata Usaha (Eselon IVb) seharusnya melahirkan transformasi struktural. Namun yang terjadi: pengosongan fungsi, minimnya pembinaan, dan pengaburan identitas profesi. Saya menyandang jabatan fungsional, tapi tidak menjalankan fungsi fungsional. Saya diminta mempertanggungjawabkan angka kredit, namun tidak diberikan arena kerja untuk menghasilkannya.

Gambar Ilustrasi Realitas di Lini Terbawah: Jabatan Ada, Tugas Tak Nyata.
Karakter dan seluruh objek pada gambar ini dibuat oleh ide kreatif dan imajinatif YSS dengan bantuan Microsoft AI Technology
menggunakan command prompt untuk Copilot
Hak Cipta © YSS.LLC | Copilot-assisted creation.

Ironinya, posisi saya berada dalam struktur yang tidak memiliki Unit Kearsipan, tidak terdaftar sebagai Lembaga Kearsipan, dan tidak memenuhi kriteria tempat kerja Arsiparis Ahli Muda sebagaimana diatur dalam Perka ANRI No. 4 Tahun 2017. Artinya, selama lebih dari tiga tahun, saya menjalankan peran dalam status yang sah, namun tanpa sistem yang legal untuk menunaikan amanah jabatan itu sendiri.

Dari ruang sempit inilah, saya menulis. Bukan untuk menuntut belas kasih birokrasi, tetapi untuk menyuarakan bahwa Arsiparis, murni maupun penyetaraan, bukan dua dunia yang harus dipisah. Yang membedakan kami bukan regulasi, tapi persepsi. Dan persepsi yang keliru harus diluruskan.

๐Ÿ“š Landasan Regulatif: Arsiparis Ahli Muda Seharusnya Berada di Level Lembaga Kearsipan

Gambar Ilustrasi Landasan Regulatif.
Karakter dan seluruh objek pada gambar ini dibuat oleh ide kreatif dan imajinatif YSS dengan bantuan Microsoft AI Technology
menggunakan command prompt untuk Copilot
Hak Cipta © YSS.LLC | Copilot-assisted creation.

Berdasarkan Peraturan Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Tugas Jabatan Fungsional Arsiparis:

Pasal 6 menyebutkan bahwa kegiatan kearsipan pada lingkup Lembaga Kearsipan meliputi:

  • Pengelolaan arsip dinamis dan statis
  • Pembinaan kearsipan
  • Penyajian arsip menjadi informasi

Lembaga Kearsipan yang dimaksud meliputi:

Tidak disebutkan satuan pendidikan (SMA/SMK) sebagai tempat pelaksanaan tugas pokok Arsiparis Ahli Muda. Artinya, penempatan jabatan fungsional di satuan pendidikan tanpa Unit Kearsipan adalah tidak sesuai dengan struktur kelembagaan yang diatur dalam regulasi. (1)

sebelum ke pembahasan lebih dalam lagi, saya akan membahas mulai dari latar belakang kenapa ada istilah penyetaraan, let's cekibrot:

๐Ÿ›️ Latar Belakang Penyetaraan: Kebijakan Penyederhanaan yang Belum Sederhana

Penyetaraan jabatan merupakan bagian dari kebijakan prioritas nasional dalam periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo. Tujuannya adalah menciptakan birokrasi yang lebih efisien, lincah, dan berorientasi pada hasil, dengan memangkas struktur jabatan administrasi yang dianggap terlalu hierarkis dan lamban dalam pengambilan keputusan.

Melalui Permenpan RB No. 17 Tahun 2021, jabatan struktural seperti Administrator (Eselon III), Pengawas (Eselon IV), dan Pelaksana (Eselon V) dialihkan ke dalam Jabatan Fungsional yang berbasis keahlian dan kompetensi. Penyetaraan ini dilakukan secara nasional, baik di instansi pusat maupun daerah, termasuk satuan pendidikan.

Gambar Ilustrasi Kebijakan Penyederhanaan yang Belum Sederhana.
Karakter dan seluruh objek pada gambar ini dibuat oleh ide kreatif dan imajinatif YSS dengan bantuan Microsoft AI Technology
menggunakan command prompt untuk Copilot
Hak Cipta © YSS.LLC | Copilot-assisted creation.

Namun dalam praktiknya, penyetaraan jabatan justru melahirkan berbagai tantangan struktural dan psikologis:

  • Banyak pejabat yang disetarakan tidak memiliki tugas pokok fungsional yang sesuai, terutama di unit kerja yang bukan Lembaga Kearsipan.
  • Uji kompetensi tidak dilakukan secara menyeluruh, sehingga penempatan jabatan fungsional tidak selalu mencerminkan kesiapan teknis.
  • Pegawai yang disetarakan sering kali masih menjalankan tugas lama sebagai pejabat struktural, tanpa pembinaan atau penyesuaian sistem kerja yang memadai.

Kondisi ini menciptakan ambiguitas identitas profesi, terutama bagi Arsiparis hasil penyetaraan yang ditempatkan di satuan pendidikan tanpa Unit Kearsipan. Mereka menyandang jabatan fungsional, namun tidak memiliki ruang kerja fungsional yang sah secara regulatif.

๐Ÿง  Munculnya Dikotomi “Murni” vs “Penyetaraan” dalam Praktik Sosial

Meski regulasi tidak pernah menyebutkan adanya klasifikasi “Arsiparis murni” dan “Arsiparis penyetaraan”, dalam praktik sosial istilah ini justru berkembang luas—menjadi label yang membentuk persepsi, memengaruhi relasi kerja, dan bahkan menentukan akses terhadap pembinaan serta penghargaan profesi.

Gambar Ilustrasi "Murni vs Penyetaraan".
Karakter dan seluruh objek pada gambar ini dibuat oleh ide kreatif dan imajinatif YSS dengan bantuan Microsoft AI Technology
menggunakan command prompt untuk Copilot
Hak Cipta © YSS.LLC | Copilot-assisted creation.

Dikotomi ini muncul karena beberapa faktor:

  • Warisan struktural jabatan lama: Pegawai yang sebelumnya menjabat sebagai struktural (seperti Kepala Subbag TU) dianggap “beralih fungsi”, bukan “bertransformasi profesi”.
  • Minimnya sosialisasi regulatif: Banyak instansi tidak menyampaikan bahwa penyetaraan menghasilkan jabatan fungsional yang sah dan setara.
  • Ketiadaan tugas pokok fungsional di unit kerja: Penempatan di satuan pendidikan tanpa Unit Kearsipan membuat Arsiparis penyetaraan tampak “tidak menjalankan fungsi”, sehingga dianggap bukan Arsiparis “sebenarnya”.
  • Perbedaan take-home pay dan akses pembinaan: Ketimpangan materi dan pelatihan memperkuat kesan bahwa Arsiparis murni lebih “diakui” daripada penyetaraan.

Akibatnya, muncul kasta sosial dalam satu profesi—padahal secara regulatif, semua Arsiparis memiliki kedudukan yang sama. Persepsi ini bukan hanya merugikan individu, tetapi juga melemahkan solidaritas profesi dan menghambat pembangunan legacy kelembagaan.

๐Ÿงญ Mengapa Narasi Harus Diluruskan?

Gambar Ilustrasi Meluruskan Garis yang Bengkok.
Karakter dan seluruh objek pada gambar ini dibuat oleh ide kreatif dan imajinatif YSS dengan bantuan Microsoft AI Technology
menggunakan command prompt untuk Copilot
Hak Cipta © YSS.LLC | Copilot-assisted creation.
  • Narasi membentuk persepsi sosial: Ketika istilah “penyetaraan” terus digunakan sebagai label, ia menciptakan stigma dan kasta dalam satu profesi yang seharusnya utuh.
  • Narasi menentukan arah kebijakan: Tanpa narasi yang adil, pembinaan dan penghargaan profesi bisa bias dan tidak inklusif.
  • Narasi adalah alat advokasi: Ia menjadi senjata untuk memperjuangkan hak, menghapus ketimpangan, dan menyatukan suara dari lini terbawah hingga pusat kelembagaan.

๐Ÿ›️ Legacy Profesi: Warisan yang Layak Dikenang

Gambar Ilustrasi Warisan yang Layak Dikenang.
Karakter dan seluruh objek pada gambar ini dibuat oleh ide kreatif dan imajinatif YSS dengan bantuan Microsoft AI Technology
menggunakan command prompt untuk Copilot
Hak Cipta © YSS.LLC | Copilot-assisted creation.
  • Legacy bukan hanya soal jabatan, tapi tentang kontribusi yang terdokumentasi, diakui, dan diwariskan.
  • Tanpa narasi yang lurus, Arsiparis penyetaraan akan terus dipandang sebagai “transisi administratif”, bukan sebagai penjaga memori kelembagaan.
  • Meluruskan narasi berarti mengembalikan martabat profesi ke tempat yang seharusnya: sebagai pelaksana tugas fungsional yang sah dan setara.

๐Ÿค Solidaritas Profesi: Menyatukan yang Terpisah oleh Persepsi

Gambar Ilustrasi Satu Profesi.
Karakter dan seluruh objek pada gambar ini dibuat oleh ide kreatif dan imajinatif YSS dengan bantuan Microsoft AI Technology
menggunakan command prompt untuk Copilot
Hak Cipta © YSS.LLC | Copilot-assisted creation.

  • Solidaritas tidak akan tumbuh dalam ruang yang penuh dikotomi.
  • Narasi yang inklusif akan menghapus sekat antara murni dan penyetaraan, dan membangun komunitas profesi yang saling menguatkan.
  • Ketika narasi diluruskan, pengakuan menjadi kolektif, bukan eksklusif.
Selanjutnya, saya akan masuk pada pembahasan menyeluruh yang akan dibagi menjadi 3 (tiga) bagian: 

๐Ÿ“œ Bagian 1: Fakta Regulatif — Penyetaraan Bukan Label, Arsiparis Tetap Satu Profesi

Dalam seluruh regulasi yang mengatur Jabatan Fungsional Arsiparis, tidak pernah ada istilah “penyetaraan” sebagai label jabatan. Penyetaraan hanyalah mekanisme administratif alih jabatan, bukan identitas profesi. Setelah diangkat, pejabat tersebut adalah Arsiparis penuh—tanpa embel-embel status.

Gambar Ilustrasi Penyetaraan Bukan Label.
Karakter dan seluruh objek pada gambar ini dibuat oleh ide kreatif dan imajinatif YSS dengan bantuan Microsoft AI Technology
menggunakan command prompt untuk Copilot
Hak Cipta © YSS.LLC | Copilot-assisted creation.

Regulasi yang menegaskan hal ini antara lain:

  • Permenpan RB No. 13 Tahun 2016
    Menetapkan Jabatan Fungsional Arsiparis sebagai jabatan profesional berbasis kompetensi dan angka kredit. Tidak membedakan asal pengangkatan—baik melalui jalur reguler, promosi, maupun penyesuaian.
  • Peraturan ANRI No. 5 Tahun 2019
    Menjelaskan tata cara penyesuaian/inpassing ke dalam Jabatan Fungsional Arsiparis. Penyetaraan disebut sebagai proses administratif, bukan klasifikasi jabatan. Setelah diangkat, pejabat tersebut memiliki hak dan kewajiban yang sama.
  • Permenpan RB No. 1 Tahun 2023
    Menegaskan bahwa pengangkatan Jabatan Fungsional dapat dilakukan melalui berbagai jalur: pengangkatan pertama, perpindahan, penyesuaian, dan promosi. Semua jalur menghasilkan pejabat fungsional yang sah dan setara.

๐Ÿ“‰ Bagian 2: Ketimpangan Materi dan Persepsi Sosial

Meski regulasi menyatakan kesetaraan, realitas di lapangan berkata lain. Di beberapa daerah, termasuk Jawa Barat, terjadi gap penghasilan hingga 60% antara Arsiparis hasil penyetaraan dan Arsiparis jalur reguler. Perbedaan ini bukan karena kinerja, melainkan karena status administratif yang dijadikan dasar pemberian tunjangan, bukan kompetensi atau kontribusi.

Gambar Ilustrasi Ketimpangan Materi dan Persepsi Sosial.
Karakter dan seluruh objek pada gambar ini dibuat oleh ide kreatif dan imajinatif YSS dengan bantuan Microsoft AI Technology
menggunakan command prompt untuk Copilot
Hak Cipta © YSS.LLC | Copilot-assisted creation.

Ketimpangan ini melahirkan dampak psikologis yang nyata:

  • Rasa tidak dianggap sebagai bagian utuh dari profesi.
  • Kecemasan sosial karena label “penyetaraan” terus melekat.
  • Motivasi kerja menurun, bukan karena kurangnya semangat, tapi karena minimnya pengakuan.
  • Isolasi profesional, di mana Arsiparis penyetaraan tidak dilibatkan dalam forum atau pembinaan yang seharusnya inklusif.

Padahal, mereka menjalankan tugas yang sama, menghasilkan output yang sama, dan memikul tanggung jawab yang sama. Ketimpangan ini bukan hanya soal angka, tapi soal martabat profesi.

๐Ÿ”„ Bagian 3: Gagasan Transformasi — Menyatukan Identitas, Membangun Legacy

๐Ÿงญ Arsiparis Adalah Profesi Utuh

Dalam konteks regulatif, profesi Arsiparis tidak pernah dibedakan berdasarkan asal-usul pengangkatan. Yang diakui adalah kompetensi, jenjang jabatan, dan capaian angka kredit. Maka, baik “murni” maupun “penyetaraan” sesungguhnya adalah variasi administratif dari satu identitas profesi yang sama.

Gambar Ilustrasi Sebuah Harapan Penghapusan Label Penyetaraan.
Karakter dan seluruh objek pada gambar ini dibuat oleh ide kreatif dan imajinatif YSS dengan bantuan Microsoft AI Technology
menggunakan command prompt untuk Copilot
Hak Cipta © YSS.LLC | Copilot-assisted creation.

๐Ÿ“– Fenomena Label dan Implikasinya — Ketimpangan Hak dalam Kewajiban yang Seragam

Istilah “penyetaraan” sering kali terwariskan sebagai label sosial yang tidak diakui secara hukum, namun tetap melekat dalam interaksi kerja dan persepsi kelembagaan. Praktik ini berpotensi menciptakan fragmentasi profesional, di mana sebagian pejabat fungsional menghadapi kendala nyata:

  • Tidak mendapatkan akses pembinaan yang setara, karena dianggap “alih fungsi”, bukan “ahli fungsional”.
  • Tidak memperoleh hak keuangan dan pengakuan jabatan yang sepadan dengan Arsiparis jalur reguler.
  • Namun secara regulatif, mereka dikenai kewajiban yang sama, termasuk tuntutan angka kredit, standar output, dan pelaporan kinerja sesuai jenjang jabatan.

Kondisi ini melahirkan ketimpangan sistemik: Arsiparis hasil penyetaraan dituntut sebagai pejabat profesional, tetapi tidak dilengkapi dengan hak-hak profesi yang mendukung eksistensinya. Ini bukan semata masalah perseorangan, tapi indikator bahwa kebijakan belum sepenuhnya menyatu dengan realita kelembagaan di lapangan.

๐Ÿ›️ Membangun Legacy Tanpa Sekat

Untuk mewariskan legacy profesi Arsiparis yang utuh dan bermartabat, diperlukan pendekatan kelembagaan yang:

  • Menghapus penggunaan label non-regulatif dalam praktik pembinaan dan pengelompokan.
  • Menyusun peta pembinaan yang inklusif, sesuai jenjang, bukan asal usul jabatan.
  • Menempatkan semua Arsiparis dalam satu payung identitas profesi, agar kontribusi masing-masing dapat diukur dan dihargai secara objektif.

๐Ÿ›ก️ Penyetaraan Sah, Ujikom Tidak Wajib: Klarifikasi atas Mutasi Jabatan Fungsional

⚖️ 1. Logika Dasar: Penyetaraan = Jabatan Fungsional Sah

  • Arsiparis hasil penyetaraan yang telah ditetapkan sebagai Ahli Muda adalah pejabat fungsional penuh, bukan calon atau transisi.
  • PermenPAN-RB No. 1 Tahun 2023 menyatakan bahwa pengangkatan melalui penyetaraan adalah bagian dari transformasi birokrasi, bukan status subordinatif.
  • Maka, mutasi antar OPD dalam jabatan yang sama (Ahli Muda ke Ahli Muda) tidak memerlukan uji kompetensi ulang, karena tidak ada perubahan jenjang atau kategori jabatan.

๐Ÿงญ 2. Kapan Uji Kompetensi Diperlukan?

Berdasarkan Surat Edaran Kepala ANRI No. 1 Tahun 2024 dan Peraturan Kepala ANRI No. 6 Tahun 2016, uji kompetensi hanya wajib dalam kondisi berikut:

Situasi -- Wajib Uji Kompetensi?

  • Mutasi antar OPD dalam jabatan yang sama (Ahli Muda → Ahli Muda) -- ❌ Tidak wajib
  • Naik jenjang (Ahli Muda → Ahli Madya) -- ✅ Wajib
  • Alih jabatan ke fungsional lain -- ✅ Wajib
  • Belum pernah lulus diklat fungsional & ingin naik jenjang -- ✅ Wajib
  • Baru diangkat melalui promosi dari jabatan lain -- ✅ Wajib

⮕ Jadi, Arsiparis Ahli Muda hasil penyetaraan yang ingin pindah OPD tetap dalam jabatan yang sama tidak perlu ujikom, karena statusnya sudah sah dan setara dengan yang murni.

⮕ “Jika penyetaraan telah diakui sebagai transformasi sah menuju jabatan fungsional penuh, maka mewajibkan ujikom ulang dalam mutasi horizontal adalah bentuk pelabelan administratif yang tidak relevan secara regulatif.”

๐Ÿ“˜ 3. Kutipan Regulatif Pendukung

  • PermenPAN-RB No. 1 Tahun 2023 Pasal 60: Semua ketentuan lama wajib disesuaikan dengan Permen ini dalam waktu 5 tahun.
  • Surat Edaran ANRI No. 1 Tahun 2024: Ujikom hanya wajib untuk promosi, alih jabatan, atau kenaikan jenjang.
  • Peraturan ANRI No. 7 Tahun 2021: Jabatan hasil penyetaraan diakui sebagai bagian dari struktur organisasi resmi.

๐Ÿ›️ Otonomi Daerah: Legitimasi Jabatan Tak Boleh Dikaburkan oleh Pelabelan

  • Otonomi daerah memberi kewenangan penuh kepada pemerintah daerah (pemda) untuk mengatur manajemen ASN sesuai kebutuhan lokal, termasuk pembinaan jabatan fungsional. ⮕ Ini berarti regulasi nasional (misalnya dari ANRI atau PermenPAN) bisa saja tidak seragam diterapkan oleh dinas atau BKD di tiap provinsi.

  • Label ‘penyetaraan’ bukan nomenklatur legal jabatan fungsional. Ia hanya muncul dalam proses transisi alih fungsi struktural. ⮕ Namun, dalam praktik daerah, label ini sering dipertahankan secara administratif bahkan hingga bertahun-tahun, sehingga melemahkan hak-hak ASN hasil penyetaraan dalam hal tunjangan, ruang kerja, dan pembinaan. ⮕ Lebih jauh, pelabelan ini juga berdampak pada pengembangan karier: banyak Arsiparis Ahli Muda hasil penyetaraan tidak dapat naik jenjang ke Arsiparis Ahli Madya karena tidak tersedia formasi di satuan pendidikan tempat mereka bertugas. Padahal, status mereka sudah sah sebagai pejabat fungsional, dan seharusnya memiliki akses yang sama terhadap jenjang karier dan promosi.

  • Karena tidak ada nomenklatur jabatan fungsional “penyetaraan” dalam database kepegawaian yang resmi, maka: ⮕ Jika pemda tetap mengelompokkan Arsiparis ke dalam "penyetaraan", maka itu sesungguhnya melanggar prinsip kesetaraan fungsional. ⮕ Padahal dari regulasi pusat, misalnya dari ANRI, maka status sebagai Arsiparis Ahli Muda sudah sah dan berhak atas hak yang sama dengan yang murni.

Otonomi daerah memberi ruang diskresi administratif, namun bukan berarti kewenangan tersebut bisa digunakan untuk mendefinisikan ulang jabatan fungsional yang telah sah secara nasional.

Dengan mempertimbangkan regulasi dan praktik di lapangan, saya berpendapat bahwa di era otonomi daerah, diskresi instansi bukan alasan untuk mempertahankan dikotomi fungsional. Ketika jabatan telah sah secara regulatif, maka mempertahankan pelabelan administratif bukan hanya melemahkan pengakuan profesi, tetapi juga berisiko mencederai prinsip meritokrasi ASN.

Oleh karena itu, ada 5 (lima) hal yang dapat mempertegas pernyataan tadi:

  • “Otonomi daerah tidak memberikan hak kepada instansi untuk mendefinisikan ulang jabatan fungsional. Ketika jabatan telah sah melalui penyetaraan, maka pelabelan administratif yang mempertahankan dikotomi justru melanggar prinsip kesetaraan ASN.”
  • “Sebagai bagian dari reformasi birokrasi, penyetaraan bukanlah status subordinatif, melainkan pengakuan jabatan fungsional secara penuh. Otonomi daerah tidak dapat menghapus legitimasi nasional ini.”
  • “Diskresi administratif di daerah wajib tunduk pada koridor regulasi pusat. Pembedaan hak dan fasilitas jabatan antara Arsiparis murni dan ASN hasil penyetaraan adalah bentuk deviasi implementatif yang bertentangan dengan asas meritokrasi ASN.”
  • “Penyetaraan adalah proses, bukan label permanen. Ketika jabatan fungsional telah diresmikan, maka seluruh hak, karir dan pembinaan, serta pengakuan harus bersifat utuh."
  • “Jika dikotomi tetap dipertahankan oleh pemda, maka konsekuensinya tidak lagi sekadar nomenklatur—melainkan ancaman terhadap integritas sistem dan keadilan profesi ASN secara nasional.”
Jadi berdasarkan 5 (lima) hal di atas, saya simpulkan bahwa, “Di tengah semangat otonomi daerah, pengakuan profesi tetap berakar pada regulasi nasional. Penyetaraan bukan sekadar alih fungsi jabatan, tetapi transformasi yang sah menuju status fungsional penuh. Maka, pelabelan administratif yang memisahkan ‘murni’ dan ‘penyetaraan’ justru berisiko menyalahi prinsip akuntabilitas ASN di daerah. Karena ia berpotensi melanggengkan ketimpangan hak-hak ASN hasil penyetaraan yang telah sah secara regulatif.”

๐Ÿ“˜ Uji Relevansi Kutipan terhadap PP No. 11 Tahun 2017

Pasal 68 PP No. 11 Tahun 2017 menyatakan bahwa:

“Pejabat Fungsional berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada pejabat pimpinan tinggi pratama, administrator, atau pengawas yang memiliki keterkaitan dengan pelaksanaan tugas JF.” 

⮕ Ini menegaskan bahwa jabatan fungsional adalah jabatan resmi dan sah, tidak dibedakan berdasarkan asal pengangkatan (murni atau penyetaraan).

Pasal 2 dan Pasal 3 juga menegaskan bahwa:

“Manajemen PNS meliputi pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian yang ditetapkan oleh pejabat pembina kepegawaian sesuai peraturan perundang-undangan.”

⮕ Artinya, setelah penyetaraan ditetapkan, maka seluruh hak-hak ASN hasil penyetaraan—termasuk tunjangan jabatan, jenjang karir, akses pembinaan, dan ruang kerja—harus diberlakukan utuh, dan tidak boleh dibatasi oleh pelabelan administratif daerah.

๐Ÿ—‚️ Relevansi Regulasi ANRI dan PermenPAN-RB

PermenPAN-RB No. 17 Tahun 2021 menyatakan bahwa penyetaraan jabatan bertujuan: “Memangkas birokrasi dan membentuk sistem kerja berbasis kompetensi.” ⮕ Penyetaraan bukan status sementara, melainkan transformasi struktural menuju jabatan fungsional penuh.

Peraturan ANRI No. 7 Tahun 2021 tentang kelas jabatan di lingkungan Arsip Nasional juga menyebut: “Kelas Jabatan Administrasi hasil penyetaraan ke dalam Jabatan Fungsional ditetapkan sebagai bagian dari struktur organisasi.” ⮕ Ini memperkuat bahwa penyetaraan telah diakui sebagai bagian dari sistem jabatan fungsional, bukan status transisi yang bisa dipisahkan.

Footnote:

  • [1] PP No. 11 Tahun 2017 menegaskan bahwa jabatan fungsional adalah jabatan resmi dalam sistem ASN, tanpa membedakan asal pengangkatan. Maka, pelabelan “penyetaraan” yang digunakan untuk membatasi hak atau pembinaan bertentangan dengan prinsip manajemen PNS yang diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 68.
  • [2] PermenPAN-RB No. 17 Tahun 2021 menyatakan bahwa penyetaraan jabatan adalah bagian dari reformasi birokrasi untuk membentuk sistem kerja berbasis kompetensi. Penyetaraan bukan status subordinatif, melainkan transformasi sah menuju jabatan fungsional penuh.
  • [3] Peraturan ANRI No. 7 Tahun 2021 menetapkan kelas jabatan hasil penyetaraan sebagai bagian dari struktur organisasi Arsip Nasional. Ini memperkuat bahwa jabatan fungsional hasil penyetaraan memiliki legitimasi kelembagaan yang sama dengan jabatan fungsional murni.

๐Ÿ“š Kesimpulan: Semua Arsiparis adalah satu profesi yang setara

Gambar Ilustrasi Harapan Semua Arsiparis Satu Profesi yang Setara.
Karakter dan seluruh objek pada gambar ini dibuat oleh ide kreatif dan imajinatif YSS dengan bantuan Microsoft AI Technology
menggunakan command prompt untuk Copilot
Hak Cipta © YSS.LLC | Copilot-assisted creation.

⚖️ 1. Profesionalisme Arsiparis Berdasarkan Kompetensi, Bukan Asal Usul Pengangkatan

Merujuk pada Permenpan RB No. 13 Tahun 2016, penegasan bahwa Jabatan Fungsional Arsiparis dibangun atas dasar kompetensi dan jenjang profesional, bukan kategori asal pengangkatan seperti “murni” atau “penyetaraan.”

๐Ÿ›️ 2. Penyesuaian Bukan Label—Hanya Prosedur Pengangkatan Jabatan Fungsional

Mengacu pada Peraturan ANRI No. 5 Tahun 2019, penyesuaian/inpassing adalah mekanisme administratif untuk alih jabatan, bukan klasifikasi permanen yang membedakan identitas Arsiparis. Fokusnya tetap pada kompetensi dan fungsi fungsional.

๐Ÿง  3. Semua Jalur Pengangkatan Menghasilkan Arsiparis yang Sah dan Setara

Berdasarkan Permenpan RB No. 1 Tahun 2023, jalur masuk ke Jabatan Fungsional boleh beragam—tetapi semua menghasilkan pejabat fungsional yang memiliki hak dan kewajiban setara, tanpa diskriminasi status atau nomenklatur asal.

๐Ÿชถ Penutup: Dari Lini Terbawah, Suara Ini Harus Didengar

Saya menulis bukan untuk menuntut, tapi untuk mengajak. Untuk melihat bahwa Arsiparis adalah satu profesi, bukan dua dunia. Bahwa pengakuan adalah hak, bukan hadiah. Bahwa legacy kelembagaan tidak akan utuh jika sebagian dari kita terus dianggap “sementara.”

Gambar Ilustrasi YSS dan Harapan.
Karakter YSS dan seluruh objek pada gambar ini dibuat oleh ide kreatif dan imajinatif YSS dengan bantuan Microsoft AI Technology
menggunakan command prompt untuk Copilot
Hak Cipta © YSS.LLC | Copilot-assisted creation.

Dari satuan pendidikan, dari ruang kerja yang tidak ideal, dari jabatan yang sah tapi tak diberi fungsi—suara ini lahir. Semoga ia tidak hanya terdengar, tapi juga mengubah cara kita memandang profesi ini.

๐Ÿ“Œ Inti regulatif: Semua Arsiparis memiliki fungsi dan tanggung jawab yang sama. Dikotomi “murni” dan “penyetaraan” adalah konstruksi sosial tanpa dasar hukum.

๐Ÿ“˜ FAQ: Menjawab Potensi Asumsi

❓: Apakah tulisan ini menolak kebijakan penyetaraan jabatan fungsional?

๐Ÿ”น: Tidak. Tulisan ini justru mengapresiasi semangat reformasi birokrasi untuk penguatan peran ASN. Refleksi diarahkan pada pelaksanaan teknis di lapangan yang belum sepenuhnya sinkron antara perubahan struktur dan kesiapan sistem pendukung.

❓: Apakah kritik dalam tulisan diarahkan kepada pelaksana di Jawa Barat?

๐Ÿ”น: Ya, secara sistemik. Penyetaraan merupakan kebijakan nasional, namun eksekusinya di Jawa Barat pada masa pemerintahan terdahulu (sebelum KDM) dilakukan secara masif dan terburu-buru. Terutama dalam pengalihan jabatan struktural Kepala Subbag TU menjadi Arsiparis di satuan pendidikan (Sekitar 386 Kepala Subbag TU satuan pendidikan dialihkan menjadi Arsiparis)—meskipun satuan pendidikan tidak memiliki Unit Kearsipan maupun tugas pokok fungsional Arsiparis sesuai regulasi ANRI. Pelaksana saat itu hanya menjalankan instruksi pimpinan tanpa mengkaji relevansi penempatan maupun dasar hukum jabatan fungsional.

❓: Kenapa pengalaman pribadi diangkat dalam tulisan ini? Apakah cukup representatif?

๐Ÿ”น: Karena pengalaman penulis mencerminkan pola yang tidak semestinya terjadi. Selama lebih dari tiga tahun sejak dialihfungsikan menjadi Arsiparis Ahli Muda, penulis ditempatkan di satuan pendidikan yang secara struktural tidak memiliki tugas pokok fungsional Arsiparis sesuai regulasi. Penulisan ini bukan bentuk penerimaan terhadap kondisi tersebut, melainkan refleksi kritis atas ketidaktepatan kebijakan penempatan, yang berdampak pada ketimpangan hak, kekosongan fungsi, dan pembingungan identitas profesi. Tulisan ini diangkat agar profesi fungsional dijalankan sesuai aturan dan tidak kehilangan makna serta martabatnya.

❓: Bagaimana posisi penulis terhadap reformasi birokrasi secara umum?

๐Ÿ”น: Sangat mendukung. Reformasi bukan hanya soal pergantian nomenklatur, tapi tentang penempatan yang tepat, tugas yang sah secara regulatif, dan pengakuan profesional yang bermartabat. Tanpa itu, penyetaraan bisa menjelma menjadi administrasi semu.

--------------------------------------------------

✍️ Biografi Penulis

Yossy Setiawan Sobandi, S.Sos. lahir di Bogor pada tahun 1977. Ia merupakan Sarjana Ilmu Komunikasi dari Universitas Padjadjaran, dengan konsentrasi di bidang Hubungan Masyarakat. Semasa perkuliahan, Yossy turut berkontribusi dalam proses penyusunan buku Dasar-Dasar Public Relations yang ditulis oleh Drs. Soleh Soemirat, M.S. dan (Alm.) Drs. Elvinaro Ardianto, M.Si. dan diterbitkan oleh PT. Remaja ROSDAKARYA Bandung Cetakan Pertama Agustus 2002—sebuah karya yang hingga kini menjadi rujukan penting dalam studi komunikasi di Indonesia.

Diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil pada tahun 2009, Yossy menorehkan prestasi sebagai salah satu dari 5 peserta terbaik dalam Prajabatan PNS.

Dalam perjalanan kariernya, Yossy pernah menjabat sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan Pencetakan 100 Ribu Wirausaha Baru di UPTD Balai Tenaga Pendidikan dan Pelatihan Koperasi dan UMKM Provinsi Jawa Barat periode 2014–2017. Di masa itu, pengelolaan keuangan kegiatan yang dipimpinnya meraih predikat WTP (Wajar Tanpa Pengecualian), mencerminkan komitmen terhadap transparansi dan akuntabilitas publik.

Mulai 30 Agustus 2017 hingga 15 Juni 2022, Yossy menjabat sebagai Kepala Sub Bagian Tata Usaha di SMA Negeri 6 Bandung. Dalam peran tersebut, ia turut membawa nama sekolah meraih:

  • Predikat bersih dalam pengelolaan keuangan sekolah, setelah beberapa kali menjadi sampel pemeriksaan oleh Lembaga Pemeriksa Keuangan, baik di tingkat provinsi maupun pusat.
  • Pengakuan sebagai pengelolaan persuratan dan tata naskah dinas terbaik se-Kota Bandung, berkat penerapan sistem administrasi yang tertib, efisien, dan transparan.

Pada 16 Juni 2022, Yossy resmi dilantik sebagai Arsiparis Ahli Muda hasil penyetaraan, dan melalui SK Penempatan, ditugaskan di lingkungan Satuan Pendidikan SMA Negeri 6 Bandung. Sejak tahun 2023 hingga saat ini, ia diperbantukan pada Unit Kearsipan-II Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat melalui mekanisme Surat Penugasan (SP).

Sebagai Arsiparis, Yossy juga beberapa kali dipercaya menjadi narasumber dalam kegiatan pengelolaan arsip dinamis di lingkungan sekolah, baik dalam forum internal maupun lintas satuan pendidikan. Peran ini memperkuat kontribusinya dalam membangun kesadaran arsip sebagai bagian integral dari tata kelola pendidikan yang akuntabel dan berkelanjutan.

Dengan latar belakang komunikasi dan pengalaman lintas sektor, Yossy aktif menyuarakan pentingnya kesetaraan jabatan fungsional, pembinaan profesi, serta penguatan kelembagaan Arsiparis di Indonesia. Biografi ini merupakan bagian dari refleksi personal sekaligus advokasi kolektif, yang diharapkan dapat memperkuat pemahaman dan implementasi regulasi secara elegan, inklusif, dan berkelanjutan.

--------------------------------------------------

Sampai Jumpa lagi di Artikel Refleksi Kearsipan selanjutnya, Like dan Share artikel ini ke semua media sosial kalian jika dirasakan ada manfaatnya. Follow juga Blog ini (yossysetiawansobandi.blogspot.com) supaya terus terupdate seputar Kearsipan.

Kalau kalian suka dunia otomotif, mampir juga ke blvckkarko.blogspot.com untuk cerita dan inspirasi seputar modifikasi.

Salam Arsip ๐Ÿ™. Adios Permios!

--------------------------------------------------

๐Ÿ“Œ Catatan Kaki — Dasar Hukum Penulisan Artikel